1. DEFINISI
Definisi
Tuna Daksa Menurut situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Tuna
Daksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti
tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas
dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and
Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini
disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak
adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apa bila ada sesuatu yang salah
pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/ tubuh,
pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian
otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi
dari mental (tunagrahita).
Tunadaksa
berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau
hambatan pad tulang , otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat
tubuh/kerusakan tubuh atau anak yang mengalami gangguan fisik dan kesehatan
dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat dan sangat berat.
2. KLASIFIKASI
PENDERITA TUNA DAKSA
Menurut Frances G.
Koening Tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kerusakan
yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan
1) Club
foot ( kaki seperti tongkat)
2) Club
hand (tangan seperti tongkat)
3) Polydactylism
(jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki)
4) Syndactylism
(jari-jari tang berselaput atau menrmpel satu dengan yang lainnya)
5) Torticolis
(gangguan pada leher sehingga kepala terkulai dimuka)
6) Spina
bifida ( sebagian sumsum tulang belakang tidak tertutup)
7) Cretinism
(kerdil/katai)
8) Mycrocephalus
(kepala yang kecil, tidal normal)
9) Hydrocephalus
(kepala besar berisi cairan)
10) Clefpalats
(langit-langit mulut yang berlubang)
11) Herelip
(ganguan pada bibir dan mulut)
12) Congenital
hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
13) Congenital
amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tertentu)
14) Frederich
ataxia (gangguan sumsum tulang belakang)
15) Coxa
valga (gangguan pad sendi paha)
16) Sypillis
(kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)
b. Kerusakan
pada waktu kelahiran
Erb’s palsy (kerusakan
syaraf lengan) dan Fraglitas osium (tulang yang rapuh, mudah patah)
c. Infeksi
1) Tuberculosis
tulang (menyerang sendi paha hingga menjadi kaku).
2) Osteomyelitis
(radang didalam dan disekeliling tulang belakang akibat bakteri)
3) Poliomyletis
(kelumpuhan akibat infeksi virus)
4) Pott’s
disease (tuberculosis sumsum tulang belakang)
5) Still’s
disease ( radang pada tulang)
6) Tuberculosis
pada lutut atau paha.
d. Kondisi
traumatic atau kerusakan traumatic
Amputasi, Kecelakaan akibat
luka bakar, Patah tulang.
e. Tumor
Oxoxtosis ( tumor
tulang ) dan Osteosis fibrosa cystic ( kista yang berisi cairan)
f. komdisi-kondisi
lainnya
1) flatfeet
(telapak kaki rata)
2) kyphosis
( bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung)
3) Lordosis
( bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung)
4) Perthe’s
disease (sendi paha rusak)
5) Ricket
(tulang lunak karena nutrisi)
6) Scilosis
(tulang belakang berputar, bahu dan paha miring)
Pada
dasarnya kelainan pada anak tuna daksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar,
yaitu
1. Kelainan
pada sistem serebral (Cerebral System).
Kelainan pada system
serebral (cerebral system disorders) yaitu Penggolongan anak tuna daksa kedalam
kelainan sistem serebral (cerebral) didasarkan pada letak penyebab kelahiran
yang terletak didalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang).
Kerusakan pada sistem syarap pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial,
karena otak dan sumsum tulang belakang sumsum merupakan pusat komputer dari
aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat
kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok
kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CL). Maka Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan
bedasarkan sebagai berikut :
a. derajat
kecacatan
Penggolongan Menurut
Derajat Kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan sebagai golongan ringan, golongan sedang, dan
golongan berat.
1) Golongan
ringan adalah : mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun cacat
tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
2) Golongan
sedang : ialah mereka yang membutuhkan treatment/latihan khusus untuk
bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan
alat-lat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga
kaki, kruk/tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara
khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.
3) Golongan
berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan
dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup
mandiri ditengah-tengah masyarakat.
b. Topograpi
anggota badan yang cacat .
Penggolongan Menurut
Tipografi Dilihat dari tipografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang
lumpuh, Celebral Palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan, yaitu:
1) Monoplegia,
hanya satu anggota gerak yang lumpuh misalnya kaki kiri, sedangkan kaki kanan
dan keduanya tangannya normal.
2) Hemiplegia,
lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan dan
kaki kanan , atau tangan kiri dan kaki kiri.
3) Paraplegia,
lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4) Diplegia,
kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri(paraple-gia).
5) Triplegia,
tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya
lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6) Quadriplegia,
anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruh anggota geraknya. Sedangkan orang
yang memiliki cacat pada kedua tangan
dan kakinya. Quadriplegia bisa juga disebut triplegia yang berupa, sisiologi
kelainan geraknya.Penggolongan Menurut Fisiologi Dilihat dari
kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (Motorik).
Sedangkan anak Cerebral
Palsy dapat dibedakan menjadi 6 antara lain:
1) Spastik.
Tipe
ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian
ataupun seluruh otot. Dalam keadaan ketergantungan emosional kekakuan atau
kekejangan itu makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu
menjadi berkurang.
2) Athetoid.
Pada
tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakkan
dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Hampir semua
gerakan terjadi diluar kontrol dan koordinasi gerak.
3) Ataxia.
Ciri
khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan,. Kekakuan memang
tidak tampak tetapi mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat
keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tuna tipe ini mengalami gangguan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu
sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
4) Tremor.
Gejala
yang tampak jelas pada tipe ini adalah senantiasa dijumpai adanya
gerakan-gerakan kecil dan terus-menerus berlangsung sehingga tampak seperti
bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai,
dan bibir.
5) Rigid.
Pada
tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe spastik,
gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
6) Tipe
Campuran.
Pada
tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala tuna CP
sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya
memiliki satu jenis/tipe kecacatan
2. Kelainan
pada system otot dan rangka (Musculus Skeletal System).
Penggolongan anak tuna
daksa kedalam kelompok system otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab
kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang.
Jenis-jenis kelainan
sistem otak dan rangka antara lain meliputi:
a. Poliomylitis. Penderita
polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan
tenaganya melemah, peradangan akibat virus polio yang menyerang sumsum tulang
belakang pada anak usia 2 (dua) tahun sampai 6 (enam) tahun.
b. Muscle
Dystrophy. Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada
penderita muscle dystrophy sifatnya progressif, semakin hari semakin parah.
Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki
saja, atau kedua tangan dan kedua kakinya. Penyebab terjadinya muscle distrophy
belum diketahui secara pasti. Tanda-tanda anak menderita muscle dystrophy baru
kelihatan setelah anak berusia 3 (tiga) tahun melalui gejala yang tampak yaitu
gerakan-gerakan anak lambat, semakin hari keadaannya semakin mundur jika
berjalan sering terjatuh tanpa sebab terantuk benda, akhirnya anak tidak mampu
berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.
3. PENYEBAB
TUNADAKSA
Penyebab
Tuna Daksa Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak
hingga menjadi tuna daksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan
otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada system musculus skeletal. Adanya
keragaman jenis tuna daksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat
dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat
lahir, dan sesudah lahir.
Sebab-sebab
Sebelum Lahir (Fase Prenatal) Pada fase, kerusakan terjadi pada saat bayi
masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh:
a. Trauma,
Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang
otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan
typhus abdominolis.
b. Kelainan
kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga
merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi
dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat
pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu
yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya
membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka
dapat merusak sistem syaraf pusat.
Sedangkan
faktor keturunannya mencakup:
a. Usia
ibu pada saat hamil
b. Pendarahan
pada waktu hamil
c. Keguguran
yang dialami ibu.
Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase
natal, peri natal) Hal-hal yang dapatmenimbulkan kerusakan otak bayi pada
saat bayi dilahirkan antara lain:
a. Proses
kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga
bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya
sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami
kerusakan.
b. Pemakaian
alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan
sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian
anestasi (obat bius) yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena
operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun
fungsinya.
Sebab-sebab setelah proses kelahiran
(fase post natal) Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan
sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
a. Kecelakaan/trauma
kepala, amputasi.
b. Infeksi
penyakit yang menyerang otak.
c. Trauma
4. KAREKTERISTIK
ANAK TUNADAKSA
Karakteristik
anak tunadaksa ditinjau dari beberapa segi, antara lain :
a. Karakteristik akademis anak tudanadaksa meliputi ciri khas kecerdasan,
kemampuan kognisi, persepsi dan simblisasi mengalam kelainan karena
terganggunya sisitem cerebral sehingga mengalami hambatan dalam belajar, dan
mengurus diri. Anak tundaksa karena kelainan pada sistem otot dan rangka tidak
terganggu sehingga dapat belajar, seperti anak normal.
b. Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa menunjukkan bahwa konse diri
dan respons serta sikap masyarakat yang negatif terhadap anak tunadaksa
mengakibatkan anak tunadaksa merasa tidak mampu, tidak berguna dan menjadi
rendah diri. Akibatnya, kepercayan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap
mudah tersinggung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat
bergaul, malu dan suka menyendiri, serta frustasi berat.
c. Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami
cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya
daya pendenganran, penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan motorik.
5. PERKEMBANGAN
FISIK ANAK TUNADAKSA
Secara
umum dapat dikatakan hampir sama dengan anak normal kecuali bagian tubuh yang
mengalami kerusakan atau bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan itu.
Dalam mengaktualisasikan diri secara utuh, anak tunadaksa biasanya
dikompensasikan oleh bagian tubuh yang lain. Contoh bila ada kerusakan pada
tangan kanan, sebagai kompensasinya tangan kiri akan lebih berkembang.
6. PERKEMBANGAN
KOGNITIF ANAK TUNADAKSA
a. Ptroses
adaptasi induvidu terdiri dari asimilasi dan akomodasi
b. Keadaan
anak tunadaksa menyebabkan gangguan dan hambatan dalam keterampilan motorik.
c. Keterbatasan
ini sangat membatasi ruang gerak (motorik) kehidupan anak tersebut.
d. Anak
tidak mampu memperoleh skema baru dalam beradaptasi.
Hal
inilah yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak
Inteligensi
anak tunadaksa
Menurut
Lee (1931), IQ mereka berkisar antara 35–138 (range), Rata-rata IQ mereka 57
(mean). Sedangkan Yang lainnya adalah :
a. Anak
polio IQ 92
b. Anak
TBC tulang IQ 88
c. Anak
cacat congenital IQ 61
d. Anak
Spastis IQ 69
e. Anak
cacat pada pusat syaraf IQ 74
7. PERKEMBANGAN
BAHASA ATAU BICARA ANAK TUNADAKSA
a. Pada
anak jenis polio perkembangan bahasa tidak begitu berbeda dengan anak normal
b. Pada
anak cerebral palcy terjadi gangguan bicara karena ketidakmampuan
dalam koordinasi motorik organ bicara karena kelainan system neuromotor.
c. Akibatnya
sulit mengungkapkan pikiran dan keinginan serta kehendaknya.
d. Mereka
mudah tersinggung merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya.
8. PERKEMBANGAN
EMOSI ANAK TUNADAKSA
a. Anak
yang tunadaksa sejak kecil mengalami perkembangan emosi secara bertahap sebagi
anak tunadaksa.
b. Anak
yang tunadaksa setelah besar mengalaminya sebagai suatu hal yang mendadak dan
sulit diterima anak karena itu suatu kemunduran.
c. Dukungan
orang tua sangat mempengaruhi perkembangan emosi anak.
9. PERKEMBANGAN
SOCIAL ANAK TUNADAKSA
a. Sikap
lingkungan sekitar berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak tunadaksa.
Dengan demikian akan mempengaruhi respon sebagian terhadap lingkungannya.
b. Jika
masyarakat menganggapnya tidak berdaya maka ia akan merasa dirinya tidak
berguna.
c. Keterbatasan
kemampuan anak tunadaksa menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan
masyarakat.
10. PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN ANAK TUNADAKSA
Dalam hal ini anak-anak
tunadaksa memiliki beberapa hambatan. Masalah penyesuaian diri dan
mempertahankan konsep diri. Hambatan yang terletak antara tujuan
( goal ) dan keinginan untuk mencapai tujuan tersebut.
Perkembangan
kepribadian anak tunadaksa dipengaruhi oleh beberapa hal :
a. Tingkat
ketidakmampuan akibat ketunadaksaan.
b. Usia
ketika ketubadaksaan itu terjadi
c. Nampak
atau tidaknya kondisi ketunadaksaan
d. Dukungan
keluarga dan masyarakat pada anak tunadaksa.
e. Sikap
masyarakat terhadap anak tunadaksa.
Dari kenyataan di lapangan bahwa anak tunadaksa
memiliki problema penyerta. Problema penyerta ini berbeda-beda antara seorang
anak tunadaksa yang satu dengan anak tunadaksa
yang lainnya, tergantung dari pada penyebab ketunaannya, berat ringannya
ketunaannya. Atas dasar kondisi anak tunadaksa tersebut.
maka model pelayanan pendidikannya dibagi pada
“Sekolah Khusus” dan “Sekolah Terpadu/Inklusi”.
a.
Sekolah Khusus
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah
khusus ini diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema lebih berat, baik
problema penyerta intelektualnya seperti retardasi mental maupun problema
penyerta kesulitan lokomosi (gerakan) dan emosinya.
Di sekolah khusus ini pelayanan pendidikannya dibagi
menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa ringan, dan
unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa sedang.
1)
Sekolah Khusus untuk Anak
Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Pelayanan pendidikan diunit tunadaksa ringan atau
SLB-D diperlukan bagi anak tunadaksa yang tidak mempunyai problema penyerta
retardasi mental, yaitu anak tunadaksa yang mempunyai intelektual rata-rata
atau bahkan di atas rata-rata intelektual anak normal. Namun anak kelompok ini
belum ditempatkan di sekolah terpadu/sekolah umum karena anak masih memerlukan
terapi-terapi, seperti fisio terapi, speech therapy, occuppational therapy dan
atau terapi yang lain. Dapat juga terjadi anak tunadaksa tidak ditempatkan di
sekolah reguler karena derajad kecacatannya terlalu berat.
2)
Sekolah Khusus untuk Anak
Tunadaksa Sedang (SLB-D1)
Pelayanan pendidikan diunit ini, diperuntukkan bagi
anak tunadaksa yang mempunyai problema seperti, emosi, persepsi atau campuran
dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi mental. Kelompok anak tunadaksa
sedang ini mempunyai intelektual di bawah rata-rata anak normal.
b.
Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi anak tunadaksa dengan problema penyerta relatif
ringan, dan tidak disertai dengan problema penyerta retardasi mental akan
sangat baik jika sedini mungkin pelayanan pendidikannya disatukan dengan
anak-anak normal lainnya di sekolah reguler/sekolah umum. Karena anak tunadaksa
tersebut sudah dapat mengatasi problema fisik maupun intelektual serta
emosionalnya.
Namun walaupun kondisi penyerta anak tunadaksa cukup
ringan, sekolah reguler yang ditunjuk untuk melayani pendidikannya perlu
persiapan yang matang terlebih dahulu, baik persiapan sarana maupun
prasarananya. Seperti persiapan aksesibilitas misalnya meminimalkan trap-trap
atau tangga-tangga. Jika memungkinkan dibuatkan ramp-ramp untuk akses kursi
roda, atau bagi anak yang khusus menggunakan alat bantu jalan lainnya seperti
kruk atau wolker. Bentuk meja atau kursi belajar disesuaikan dengan kondisi
anak.
Hal demikian memerlukan persiapan yang lebih terencana,
sehingga tidak menimbulkan problema tambahan bagi anak tunadaksa. Juga bentuk
toilet, kloset harus dapat dipergunakan bagi anak yang menggunakan kursi roda.
Disamping itu sistem guru kunjung dapat membantu memecahkan permasalahan yang
mungkin timbul pada anak tunadaksa dikemudian hari.