Rabu, 08 Mei 2013

TUNA DAKSA




1.      DEFINISI
Definisi Tuna Daksa Menurut situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Tuna Daksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan). Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apa bila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/ tubuh, pada emosi atau terhadap fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita).
Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pad tulang , otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat tubuh/kerusakan tubuh atau anak yang mengalami gangguan fisik dan kesehatan dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat dan sangat berat.

2.      KLASIFIKASI PENDERITA TUNA DAKSA
Menurut Frances G. Koening Tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan
1)      Club foot ( kaki seperti tongkat)
2)      Club hand (tangan seperti tongkat)
3)      Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki)
4)      Syndactylism (jari-jari tang berselaput atau menrmpel satu dengan yang lainnya)
5)      Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai dimuka)
6)      Spina bifida ( sebagian sumsum tulang belakang tidak tertutup)
7)      Cretinism (kerdil/katai)
8)      Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidal normal)
9)      Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan)
10)  Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang)
11)  Herelip (ganguan pada bibir dan mulut)
12)  Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
13)  Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tertentu)
14)  Frederich ataxia (gangguan sumsum tulang belakang)
15)  Coxa valga (gangguan pad sendi paha)
16)  Sypillis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)
b.      Kerusakan pada waktu kelahiran
Erb’s palsy (kerusakan syaraf lengan) dan Fraglitas osium (tulang yang rapuh, mudah patah)
c.       Infeksi
1)      Tuberculosis tulang (menyerang sendi paha hingga menjadi kaku).
2)      Osteomyelitis (radang didalam dan disekeliling tulang belakang akibat bakteri)
3)      Poliomyletis (kelumpuhan akibat infeksi virus)
4)      Pott’s disease (tuberculosis sumsum tulang belakang)
5)      Still’s disease ( radang pada tulang)
6)      Tuberculosis pada lutut atau paha.
d.      Kondisi traumatic atau kerusakan traumatic
Amputasi, Kecelakaan akibat luka bakar, Patah tulang.
e.       Tumor
Oxoxtosis ( tumor tulang ) dan Osteosis fibrosa cystic ( kista yang berisi cairan)
f.       komdisi-kondisi lainnya
1)      flatfeet (telapak kaki rata)
2)      kyphosis ( bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung)
3)      Lordosis ( bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung)
4)      Perthe’s disease (sendi paha rusak)
5)      Ricket (tulang lunak karena nutrisi)
6)      Scilosis (tulang belakang berputar, bahu dan paha miring)

Pada dasarnya kelainan pada anak tuna daksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu
1.      Kelainan pada sistem serebral (Cerebral System).
Kelainan pada system serebral (cerebral system disorders) yaitu Penggolongan anak tuna daksa kedalam kelainan sistem serebral (cerebral) didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak didalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syarap pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang belakang sumsum merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CL).  Maka Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan bedasarkan sebagai berikut :
a.       derajat kecacatan
Penggolongan Menurut Derajat Kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan sebagai  golongan ringan, golongan sedang, dan golongan berat.
1)      Golongan ringan adalah : mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
2)      Golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan treatment/latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-lat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.
3)      Golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.
b.      Topograpi anggota badan yang cacat .
Penggolongan Menurut Tipografi Dilihat dari tipografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Celebral Palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan, yaitu:
1)      Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misalnya kaki kiri, sedangkan kaki kanan dan keduanya tangannya normal.
2)      Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan dan kaki kanan , atau tangan kiri dan kaki kiri.
3)      Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4)      Diplegia, kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri(paraple-gia).
5)      Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6)      Quadriplegia, anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruh anggota geraknya. Sedangkan orang yang memiliki  cacat pada kedua tangan dan kakinya. Quadriplegia bisa juga disebut triplegia yang berupa, sisiologi kelainan geraknya.Penggolongan Menurut Fisiologi Dilihat dari kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (Motorik).
Sedangkan anak Cerebral Palsy dapat dibedakan menjadi 6 antara lain:
1)      Spastik.
Tipe ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Dalam keadaan ketergantungan emosional kekakuan atau kekejangan itu makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang.
2)      Athetoid.
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi diluar kontrol dan koordinasi gerak.
3)      Ataxia.
Ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan,. Kekakuan memang tidak tampak tetapi mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tuna tipe ini mengalami gangguan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat makan mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
4)      Tremor.
Gejala yang tampak jelas pada tipe ini adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan kecil dan terus-menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
5)      Rigid.
Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe spastik, gerakannya tanpak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
6)      Tipe Campuran.
Pada tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis ataupun lebih gejala tuna CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan

2.      Kelainan pada system otot dan rangka (Musculus Skeletal System).
Penggolongan anak tuna daksa kedalam kelompok system otot dan rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu:  kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang.
Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka antara lain meliputi:
a.       Poliomylitis. Penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan tenaganya melemah, peradangan akibat virus polio yang menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia 2 (dua) tahun sampai 6 (enam) tahun.
b.      Muscle Dystrophy. Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita muscle dystrophy sifatnya progressif, semakin hari semakin parah. Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki saja, atau kedua tangan dan kedua kakinya. Penyebab terjadinya muscle distrophy belum diketahui secara pasti. Tanda-tanda anak menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia 3 (tiga) tahun melalui gejala yang tampak yaitu gerakan-gerakan anak lambat, semakin hari keadaannya semakin mundur jika berjalan sering terjatuh tanpa sebab terantuk benda, akhirnya anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.

3.      PENYEBAB TUNADAKSA
Penyebab Tuna Daksa Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tuna daksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada system musculus skeletal. Adanya keragaman jenis tuna daksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal) Pada fase, kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh:
a.   Trauma, Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis.
b.   Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c.   Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d.     Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

Sedangkan faktor keturunannya mencakup:
a.       Usia ibu pada saat hamil
b.      Pendarahan pada waktu hamil
c.       Keguguran yang dialami ibu.
Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal) Hal-hal yang dapatmenimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain:
a.       Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga
bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
b.      Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c.       Pemakaian anestasi (obat bius) yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal) Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
a.       Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
b.      Infeksi penyakit yang menyerang otak.
c.       Trauma

4.      KAREKTERISTIK ANAK TUNADAKSA
Karakteristik anak tunadaksa ditinjau dari beberapa segi, antara lain :
a.       Karakteristik akademis anak tudanadaksa meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan kognisi, persepsi dan simblisasi mengalam kelainan karena terganggunya sisitem cerebral sehingga mengalami hambatan dalam belajar, dan mengurus diri. Anak tundaksa karena kelainan pada sistem otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar, seperti anak normal.
b.      Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa menunjukkan bahwa konse diri dan respons serta sikap masyarakat yang negatif terhadap anak tunadaksa mengakibatkan anak tunadaksa merasa tidak mampu, tidak berguna dan menjadi rendah diri. Akibatnya, kepercayan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersinggung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat bergaul, malu dan suka menyendiri, serta frustasi berat.
c.       Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendenganran, penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan motorik.
5.      PERKEMBANGAN FISIK ANAK TUNADAKSA
Secara umum dapat dikatakan hampir sama dengan anak normal kecuali bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan itu. Dalam mengaktualisasikan diri secara utuh, anak tunadaksa biasanya dikompensasikan oleh bagian tubuh yang lain. Contoh bila ada kerusakan pada tangan kanan, sebagai kompensasinya tangan kiri akan lebih berkembang.
6.      PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK TUNADAKSA
a.       Ptroses adaptasi induvidu terdiri dari asimilasi dan akomodasi
b.      Keadaan anak tunadaksa menyebabkan gangguan dan hambatan dalam keterampilan motorik.
c.       Keterbatasan ini sangat membatasi ruang gerak (motorik) kehidupan anak tersebut.
d.      Anak tidak mampu memperoleh skema baru dalam beradaptasi.
Hal inilah yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak
Inteligensi anak tunadaksa
Menurut Lee (1931), IQ mereka berkisar antara 35–138 (range), Rata-rata IQ mereka 57 (mean). Sedangkan Yang lainnya adalah :
a.       Anak polio IQ 92
b.      Anak TBC tulang IQ 88
c.       Anak cacat congenital IQ 61
d.      Anak Spastis IQ 69
e.       Anak cacat pada pusat syaraf IQ 74
7.      PERKEMBANGAN BAHASA ATAU BICARA ANAK TUNADAKSA
a.       Pada anak jenis polio perkembangan bahasa tidak begitu berbeda dengan anak normal
b.      Pada anak cerebral palcy terjadi gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam koordinasi motorik organ bicara karena kelainan system neuromotor.
c.       Akibatnya sulit mengungkapkan pikiran dan keinginan serta kehendaknya.
d.      Mereka mudah tersinggung merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya.
8.      PERKEMBANGAN EMOSI ANAK TUNADAKSA
a.       Anak yang tunadaksa sejak kecil mengalami perkembangan emosi secara bertahap sebagi anak tunadaksa.
b.      Anak yang tunadaksa setelah besar mengalaminya sebagai suatu hal yang mendadak dan sulit diterima anak karena itu suatu kemunduran.
c.       Dukungan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan emosi anak.
9.      PERKEMBANGAN SOCIAL ANAK TUNADAKSA
a.       Sikap lingkungan sekitar berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak tunadaksa. Dengan demikian akan mempengaruhi respon sebagian terhadap lingkungannya.
b.      Jika masyarakat menganggapnya tidak berdaya maka ia akan merasa dirinya tidak berguna.
c.       Keterbatasan kemampuan anak tunadaksa menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan masyarakat.
10.  PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK TUNADAKSA
Dalam hal ini anak-anak tunadaksa memiliki beberapa hambatan. Masalah penyesuaian diri dan mempertahankan konsep diri. Hambatan yang terletak antara tujuan ( goal ) dan keinginan untuk mencapai tujuan tersebut.
Perkembangan kepribadian anak tunadaksa dipengaruhi oleh beberapa hal :
a.       Tingkat ketidakmampuan akibat ketunadaksaan.
b.      Usia ketika ketubadaksaan itu terjadi
c.       Nampak atau tidaknya kondisi ketunadaksaan
d.      Dukungan keluarga dan masyarakat pada anak tunadaksa.
e.       Sikap masyarakat terhadap anak tunadaksa.
Dari kenyataan di lapangan bahwa anak tunadaksa memiliki problema penyerta. Problema penyerta ini berbeda-beda antara seorang anak tunadaksa yang satu dengan anak tunadaksa yang lainnya, tergantung dari pada penyebab ketunaannya, berat ringannya ketunaannya. Atas dasar kondisi anak tunadaksa tersebut.  maka model pelayanan pendidikannya dibagi pada “Sekolah Khusus” dan “Sekolah Terpadu/Inklusi”.
a.       Sekolah Khusus
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah khusus ini diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema lebih berat, baik problema penyerta intelektualnya seperti retardasi mental maupun problema penyerta kesulitan lokomosi (gerakan) dan emosinya.
Di sekolah khusus ini pelayanan pendidikannya dibagi menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa ringan, dan unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa sedang.
1)      Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Pelayanan pendidikan diunit tunadaksa ringan atau SLB-D diperlukan bagi anak tunadaksa yang tidak mempunyai problema penyerta retardasi mental, yaitu anak tunadaksa yang mempunyai intelektual rata-rata atau bahkan di atas rata-rata intelektual anak normal. Namun anak kelompok ini belum ditempatkan di sekolah terpadu/sekolah umum karena anak masih memerlukan terapi-terapi, seperti fisio terapi, speech therapy, occuppational therapy dan atau terapi yang lain. Dapat juga terjadi anak tunadaksa tidak ditempatkan di sekolah reguler karena derajad kecacatannya terlalu berat.
2)      Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Sedang (SLB-D1)
Pelayanan pendidikan diunit ini, diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai problema seperti, emosi, persepsi atau campuran dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi mental. Kelompok anak tunadaksa sedang ini mempunyai intelektual di bawah rata-rata anak normal.
b.      Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi anak tunadaksa dengan problema penyerta relatif ringan, dan tidak disertai dengan problema penyerta retardasi mental akan sangat baik jika sedini mungkin pelayanan pendidikannya disatukan dengan anak-anak normal lainnya di sekolah reguler/sekolah umum. Karena anak tunadaksa tersebut sudah dapat mengatasi problema fisik maupun intelektual serta emosionalnya.
Namun walaupun kondisi penyerta anak tunadaksa cukup ringan, sekolah reguler yang ditunjuk untuk melayani pendidikannya perlu persiapan yang matang terlebih dahulu, baik persiapan sarana maupun prasarananya. Seperti persiapan aksesibilitas misalnya meminimalkan trap-trap atau tangga-tangga. Jika memungkinkan dibuatkan ramp-ramp untuk akses kursi roda, atau bagi anak yang khusus menggunakan alat bantu jalan lainnya seperti kruk atau wolker. Bentuk meja atau kursi belajar disesuaikan dengan kondisi anak.
Hal demikian memerlukan persiapan yang lebih terencana, sehingga tidak menimbulkan problema tambahan bagi anak tunadaksa. Juga bentuk toilet, kloset harus dapat dipergunakan bagi anak yang menggunakan kursi roda. Disamping itu sistem guru kunjung dapat membantu memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada anak tunadaksa dikemudian hari.

13 komentar:

zaldimuzani@gmail.com mengatakan...

tuna daksa .itu artinya apa ya mba

Unknown mengatakan...

bagus wat referensi.......

Anonim mengatakan...

mba boleh copas??

Unknown mengatakan...

tuna daksa . cara pengatasan anak tuna daksa itu apa yah mba?
saya masih bingung.......... :D

Unknown mengatakan...

mereka tak sama dengan kita, mereka lebih istimewa...

Unknown mengatakan...

tuna daksa di kampus kita ada gaa

Unknown mengatakan...

hmmmz,.....bahas tuna daksa toh....

Unknown mengatakan...

tuna daksa n kkita sama2 ciptaan tuhan...

Unknown mengatakan...

lUMAYAN :D

Unknown mengatakan...

gantian komen donk :v

Unknown mengatakan...

marilah kita bersyukur.....

Firna Firdausia mengatakan...

materinya lengkap, sngt membantu

Unknown mengatakan...

bagus tuh buat pengetahuan apalgi kita calon guru bk buat bekal